Thursday, December 18, 2008

Persahabatan Bagai Kepompong...

Ditulis untuk seorang teman baik. Mungkin memang gak penting, tapi kamu harus membacanya, siapa tau kita bisa belajar sesuatu dari tulisan ini.

Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah
Persahabatan bagai kepompong
Maklumi teman hadapi perbedaan
Persahabatan bagi kepompong
Pasti kamu tau lagu itu atau seenggaknya pernah dengar. Menurut kamu, apa sih isi lagu itu? Kenapa persahabatan dianalogikan seperti itu ya? Unik memang. Aku baca blog ini, dan darinya aku belajar sesuatu. Makanya aku mau cerita ke kamu.
Penganalogian yang sangat manis dari kata persahabatan dengan kata-kata kepompong sebagaimana digambarkan pada lagu tersebut dilatar-belakangi oleh sebuah pengetahuan logis bahwa kepompong merupakan suatu fasa yang dialami oleh ulat untuk bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mendengar kata kupu-kupu, maka yang terbayang adalah serangga yang indah yang terbang dari bunga satu ke bunga lainnya dan membuat taman bunga nampak lebih cantik.
Hi, aku mau flashback dulu tentang kisah persahabatanku dengan kamu, satu dari sekian sahabat yang menempati layer pertama di hatiku. Iya, itu kamu.
Persahabatan antara aku dan kamu. Persahabatan ini memang berawal dari sebuah tempat dan suasana yang tidak terduga. Apakah ini kebetulan? Mungkin saja, aku tidak tau. Atau Tuhan memang mentakdirkan kita bertemu? Entahlah, akupun tidak mengerti. Seingatku, kontribusiku hanyalah pada keisengan untuk meng-sms mu saat perjalanan pulang setelah itu. Tapi percayakah kamu bahwa tidak ada sedikitpun tendensi negatif terhadapmu yang hinggap di kepalaku saat itu? Aku percaya kamu tau itu.
Waktu berlalu.... akhirnya kita dekat. Dan menurutku, persahabatan kita ini unik. Tidak memakan waktu lama untuk membuat kita tau dan paham satu sama lain. Banyak hal sudah kita lewati sampai hari ini. Seneng, sedih, sepetan dan olok-olokan, kebodohan, kemarahan, ngambek, cerita-cerita gak penting, juga perhatian tulus, dan banyak hal lain, semuanya ada di situ.
Persahabatan ini juga mengesankan. Setidaknya buatku. Kita mengalami semua proses menyenangkan, mengasyikkan, dan juga menyedihkan. Berbincang dengan kamu adalah hal yang aku nantikan setiap harinya. Padahal topiknya hanya hal -hal tidak penting seputar film, musik, pekerjaan, mimpi, hobi, masa lalu dan hal remeh temeh lainnya. Pun kala kita bertemu. Aktivitasnya sangat monoton: nongkrong, nonton, makan, masak indomie ataupun nonton tv. Tapi aku menikmati semua itu. Kecerdasan dan kesabaranmu mengesankan hati. Kekeraskepalaan dan kecuekanmu seringkali membuatku kesal dan cemberut. Tapi aku tau kamu mengasihiku dengan tulus. Mengasihiku dengan caramu sendiri, cara yang sedikit berbeda dari cara orang lain yang kutemui.
Tapi, hari ini, mungkin kita harus belajar ”berfikir mendalam” untuk memahami sesuatu yang lain. Memahami bahwa kepompong persahabatan ini haruslah dijaga sedemikian rupa, agar mampu melahirkan kupu-kupu yang indah. Kupu-kupu yang tidak cacat, kupu-kupu yang sempurna, yang akan hinggap dari satu bunga ke bunga yang lain dan membantunya pada proses penyerbukan. Kupu-kupu yang juga akan memperindah taman bunga.
Hari ini, mungkin kita memang harus ”berdiam diri sejenak” di dalam kepompong ini. Bermeditasi dan menyempurnakan diri, agar mampu membentuk kepompong persahabatan kita ini menjadi kepompong yang penuh dengan kebaikan dan manfaat.
Hari ini, mungkin kita harus banyak ”ber-refleksi” untuk menjadi ikhlas atas apa yang sudah terlewati. Buatku pribadi, mengubah kebiasaan selama ini bukanlah hal yang mudah; menghapus keterlibatanmu dari setiap rutinitas hari, adalah sebuah kompleksitas aktivitas yang membutuhkan energi; dan menjadi ikhlas adalah proses yang sangat menyakitkan hati. Aku bahkan mengawali semuanya ini dengan menangis. It isn't hard actually, but painfull. Dan aku tau bahwa ini adalah hal terbaik kita dan untuk kita.
Maafkan aku, menempatkanmu pada posisi yang rumit. Aku tau, aku salah. Dan kamu tau bahwa persahabatan ini sangat berharga buatku. Setelah banyak hal kita lewati, biarlah kita belajar mengasihi dengan segala ketulusan hati. Promise me that someday, we'll make this friendship keep warm and intimate. Sama seperti kamu mengasihiku, aku juga mengasihimu, sahabatku.

Wednesday, October 22, 2008

Independent VS Childish

Sebagian besar orang, terutama temen-teman kantor mengenal saya sebagai orang yang mandiri dan tidak manja. Pada umumnya memang hal itulah yang terlihat dari cara saya berfikir dan bersikap (narsis mode on*). Dan ketika kemandirian seseorang diasosiasikan dengan tata urutan kelahiran dimana anak-anak sulung biasanya akan tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri ketimbang anak bungsu yang berkecenderungan manja, maka tak jarang yang terkejut saat mengetahui bahwa saya adalah anak bungsu di keluarga.

Sebenarnya, tidak dapat dipungkiri bahwa saya memiliki kecenderungan manja saat kecil. Apalagi sebagai anak paling kecil, jarak umur antara saya dan kakak laki-laki (mas) adalah 9 tahun, jarak umur yang mungkin cukup jauh untuk semakin menjustifikasi saya memiliki privilege sebagai anak manja.

Saat saya memutuskan kuliah di Bandung, situasi dan kondisi jauh dari orang tua, akhirnya membawa saya pada pola pikir yang berbeda -Harus mandiri dan tidak manja-. Apalagi dengan kenyataan bahwa orang tua saya memiliki keterbatasan finansial untuk support saya, maka mau tidak mau saya harus tabah menjalani hidup di tanah rantau. Cailah... hehehe... Maka menjadi mandiri adalah satu-satunya pilihan.

Pasca lulus kuliah dan akhirnya bekerja, saya pun harus menghidupi diri sendiri dan tidak lagi minta uang pada orang tua. Malu dong, dah gedhe masak masih minta ortu. Bahkan keterbatasan keuangan dan fisik orang tua saya sekali lagi memaksa saya harus menjadi pribadi yang mandiri dan ulet untuk bekerja dan sedapat mungkin men-support mereka. Sidejobs berupa projects, menulis, atau nerjemahin text book, akhirnya jadi salah satu bagian perjuangan saya membangun sebuah kemandirian hidup.

Sampai dengan saat ini, saat saya sudah menikah, dan memiliki pekerjaan yang lebih settle, saya pun tetap ingin membangun diri sebagai pribadi yang independent. Tapi jauh di dalam sana... tidak dapat disangkal bahwa saya sebenernya memiliki karakter manja. Tidak banyak yang tau memang. Bahkan teman-teman dekat saya. Kalopun ada yang tau, togh saya tidak pernah berlaku manja sama mereka. Malu dong! Hanya pada beberapa orang tertentu saja saya berani bersikap kolokan. Selain Alison ada seorang teman yang dengannya saya merasa nyaman dan tidak malu untuk berlaku kekanak-kanakan atau kolokan. Hiks.

Monday, September 22, 2008

Kenikmatan Sebuah Fluktuasi Kehidupan

Ini adalah tahun kedua pernikahan saya dan suami. Tahun pertama, kami lewati dengan penuh sukacita (review nya ada di sini). Demikian pun halnya dengan tahun kedua ini. Hanya memang ada yang berbeda kali ini. Dinamisasi kehidupan di tahun kedua ternyata memang lebih seru dan lebih complicated dari tahun pertama. Begitulah.... adanya. Ketawa dulu agh... hehehe...

Di tahun kedua, Gusti Allah yang empunya semesta ini sedang mengajari kami sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Sebagai pihak yang punya kewenangan penuh atas kehidupan ini, Dia memang berhak membawa kita kepada jalan yang mulus, tapi Dia juga berhak mengajari kita melewati jalan berkerikil. Suatu proses fluktuatif. Lihatlah, semester pertama tahun ini seolah semua grafik kehidupan naik dengan mulusnya. Kami dibawa kepada optimisme-optimisme kehidupan hingga akhirnya Dia mengajari kami satu fase kehidupan yang berbeda sejak 3 bulan yang lalu. Dia mengajari kami cara menapaki jalan yang bergelombang. Dia mengajari kami meng-adjust keterbatasan, dan Dia mengajari kami menatap kenikmatan dari sudut pandang yang berbeda.

Nyatanya memang jalan yang sedang kami lewati ini tidak kalah seru dengan jalan-jalan mulus sebelumnya. Beberapa kali saya memang bersungut-sungut. Tapi, suami yang adalah pemimpin dalam perjalanan ini, masih selalu tersenyum. Dia menggandeng tangan saya dan membimbing saya dengan kesabarannya. Bahkan dalam penat dan tekanan pun, dia tetap menunjukkan optimisme bahwa kami pasti bisa melewatinya. Senyum dan bahkan tawanya membuat saya menyadari untuk "membiarkan kehidupan ini bergulir sedemikian adanya sesuai dengan kehendak Yang Maha Kuasa. Bagian kita mengikuti nya saja".

Ini lah salah satu kenikmatan dari sebuah fluktuasi kehidupan. Satu hal yang saya kagum pada proses ini adalah ketabahan dan kesabaran suami saya melewatinya. Saya menatapnya dengan penuh haru. Saya kagum dan bangga punya suami dengan kualitas diri sedemikian rupa. Meski ini belum berarkhir, nyata sudah saya harus mengucap syukur pada Tuhan yang sudah mengijinkan kami melewati jalan ini. Di sini, banyak pelajaran berharga. Thanks babe, I’ m blessed to have u. Sure. :-D

Sunday, July 13, 2008

True Friendship

Ketika kita menyebut hidup sebagai sebuah perjalanan, maka ada banyak "jenis jalan dan pemandangan" yang kita temui di jalan yang kita lalui. Berbagai jenis jalan dan pemandangan itu bisa jadi merupakan pengalaman yang sangat mudah dilupakan, atau justru amat sangat berkesan.


Bagi saya pribadi, dari sekian pengalaman hidup yang saya lalui sampai hari ini, salah satu bagian dari pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan adalah tentang persahabatan masa kuliah saya. Berteman dan akhirnya bersahabat dengan Mery, Dewi, Lydia, dan Santi sejak masuk ITB tahun 1997 sampai dengan hari ini, adalah salah satu alasan yang membuat saya bisa bilang bahwa masa kuliah adalah salah satu masa yang paling luar biasa dalam hidup saya. Melewati berbagai "jenis jalan dan jenis pemandangan hidup" selama sepuluh tahunan bersahabat dengan teman-teman yang luar biasa ini membuat saya mengerti bagaimana masing-masing kami adalah pribadi yang unik.

Sampai hari ini, telah kami lalui berbagai hal mulai dari Nilai A, Nilai D, gagal ujian, ngulang mata kuliah, sakit, makan indomie, miskin, lulus, kegagalan, kerja, makan enak dan have fun, menikah, hamil, melahirkan, mulai "mapan", dan sebagainya. Kalau saya runut ke belakang, rasanya memang telah banyak hal kami lalui selama persahabatan kami. Banyak hal yang saya petik dan pelajari dari persahabatan ini; kasih yang tulus, canda tawa yang menghibur, dukungan dan doa yang tidak pernah berkesudahan dan berbagai pembelajaran yang lain.

Tapi ibarat hidup adalah sebuah sistem dan kami hanya sekedar subsistem-subsistem kecil dari keseluruhan sistem kehidupan yang kompleks, maka kami haruslah tunduk pada mekanisme sistem yang diatur oleh Sang Pencipta. Kekuasaan dari Yang Maha Kuasa untuk menciptakan, memelihara, maupun mengambil subsistem yang diciptakanNya merupakan otoritas yang tidak bisa ditiadakan oleh siapapun.

Dia, Yang Empunya skenario kehidupan telah mengaturnya bagi kami. Ada kebahagiaan, ada juga kesedihan. Ada sukacita, ada dukacita. Dan sekali lagi, Sang Pencipta telah mengaturnya.
Hari ini, ketika Tuhan akhirnya memanggil salah satu sahabat terbaik kami, Santi, tidak bisa dipungkiri bahwa ini adalah sesuatu yang menyesakkan hati. Bukan hal yang mudah untuk bisa menenangkan diri. Dada yang terisak dan kesedihan yang membuncah, adalah hal yang Tuhan ijinkan untuk kami alami hari ini. Mungkin memang butuh waktu untuk mengerti dan memahami ini. Tapi kami selalu mempercayai bahwa Tuhan adalah Allah yang sempurna dan sempurna juga untuk setiap rancangan-rancanganNya bagi setiap kami.

Selamat Jalan Santi, telah kamu temukan damai dan kasih sejati di pangkuan Bapa Surgawi. Terimakasih untuk kebaikan hati, ketulusan, canda tawa, teladan keteguhan jiwa, dan doa-doa yang kamu berikan selama persahabatan kita. Kamu memang luar biasa. We love u, San!! Always.

Monday, June 02, 2008

"Fluktuasi Energi"

Sejak bekerja di tempat saya sekarang, saya mengalami beberapa kali fluktuasi energi. Energi di sini saya maksudkan sebagai energi dalam bekerja. Ada saat dimana energi bekerja saya menjadi sangat besar, meledak-ledak penuh ambisi. Saat seperti itu, rasanya segala hal pengen saya lakukan. Mimpi dan idealisme saya menjadi bahan bakar setiap harinya. Hanya satu dibenak saya saat itu: bahwa saya ingin berkontribusi dalam perubahan di negeri ini.

Mulukkah semua ini? Saya rasa tidak. Selama Merah-Putih itu masih menggetarkan hati dan jiwa, saya rasa semua orang akan melakukan hal yang sama. Dan saya bukanlah tipikal orang yang mencoba mencari "kenyamanan" dalam sistem yang masih perlu banyak dibenahi ini. Saya masih punya nurani dan masih selalu mencoba berkarya dengan hati.

Ahhh.... Tapi nyatanya saya hanyalah manusia biasa yang tidak selalu bisa menjaga konsistensi hidup. Saya menjadi lemah ketika idealisme saya membentur tembok. Saya menjadi rapuh ketika mimpi saya tentang negeri ini seolah bertemu dengan jalan buntu. Energi saya seolah habis berubah menjadi sikap-sikap pesimistis ketika melihat pilihan-pilihan keputusan dibuat lebih pada keteraturan dan bukan terobosan.

Beberapa hari yang lalu, rasanya habis sudah energi yang berkobar-kobar itu. Saya lelah. Saya hampir menyerah.

Saya mencoba berfikir.

Bertemu dan berdiskusi dengan atasan Jumat siang kemaren membuat hati saya luluh. Harapan yang ditebarkannya dalam diri saya, juga mimpi-mimpinya tentang negeri ini membuat saya terhenyak. Saya hampir menangis. Menangis lega. Nyatanya saya masih menemui orang-orang yang memiliki mimpi yang sama dengan saya.

Kembali saya merenung. Mencoba mengumpulkan kembali energi-energi mimpi itu. Mungkin memang proses belajar saya di sini masih harus diteruskan. Entah sampai kapan. Namun biarkanlah saat ini saya melakukan yang terbaik melalui media ini.

Thursday, May 08, 2008

Temporary LDR

Saya dan suami tinggal di Bandung. Suami saya bersama temen-temannya bikin usaha kecil-kecilan di bidang konsultan pertambangan. Sebagai seorang geologist, suami saya cukup sering keluar kota dan terutama keluar pulau. Hampir setiap bulan. Entah ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatra atau Nusa Tenggara atau sekedar presentasi/meeting di Jakarta.

Sejak dari jaman kami masih pacaran dulu sampai dengan saat ini, saya cukup sering ditinggal-tinggal bebergian oleh pacar yang sejak setahunan yang lalu menjadi suami saya. Sekarang sih sudah mendingan, acara bepergiannya tidak dalam durasi waktu yang lama, paling 5 atau 7 hari, dan maksimal 10 hari. Kalau dulu, beughhhh jangan tanya, bisa sebulanan bow. Itulah sebabnya kenapa dulu jerawat saya bisa berkembangbiak secara sporadis gara-gara menahan kangen. hahaha.... (mulai hiperbolik nih).

Sebenernya, dari dulu saya tidak pernah keberatan ditinggal-tinggal bepergian. Saya menyadari itu adalah bagian dari pekerjaan dan tanggungjwabnya. Bukan berarti saya nggak kangen logh yah. Kalo lagi jauhan, kangen dong pastinya. Jadi inget dulu, 2 bulan abis jadian, dia berangkat ke Maulaboh, seminggu setelah bencana Tsunami 2004 sebagai geologist perwakilan IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) untuk mencari titik-titik pemboran air bersih. Fyugghh… saya sempat mewek pas nganterian dia. Hehehe… maklum baru jadian. Hehehe… Pas itu perasaan khawatir selalu menghinggapi hati saya. Lha piye, tiap nelpon (itupun sinyalnya setengah mati susahnya) dia ceritain soal gempa-gempa susulan yang gak ada abisnya. Hiks. Tapi sejujurnya, saya bangga dengan apa yang dilakukannya. I love u babe!

Saya sendiri bekerja di sebuah Instansi Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Jawa Barat pada bagian Litbang. Bekerja di bidang penelitian juga memungkinkan saya untuk melakukan berbagai perjalanan dinas. Memang tidak seintensif suami, secara saya masih keroco. Biasanya mobilitas jarak dekat seperti ke Jakarta dan kota-kota di wilayah Jawa Barat biasa dilakukan setiap saat berdasar perintah atasan, sementara dinas ke Samarinda, Pontianak, Surabaya, dan atau keluar kota lainnya (di luar Jawa Barat dan Jakarta) lebih banyak dilakukan pada Bulan Mei-Juli dalam kerangka penelitian. Itu pun dalam durasi waktu antara 2-5 hari saja.

Saya dan suami sebenernya tipikal moderat (saya sulit menemukan istilah yang tepat untuk hal ini). Maksudnya, pada dasarnya kami kurang suka dengan Long Distance Relationship (LDR), tapi juga tidak terlalu suka dengan kebersamaan yang terlalu sering. Nah lo bingungkan? Ya begitulah. Kami berada di tengah-tengah. Mengapa demikian? Melihat karakteristik kami, rasanya kalo untuk LDR hati kami tidak terlalu kuat menahan rasa kangen. Hihihi. Sebenernya, suami sempat ditawari bekerja pada sebuah Perusahaan di bidang pertambangan yang site nya di Afrika. Tapi Dia menolaknya dengan salah satu alasan kejauhan (:-D). Indonesia-Afrika itu jauh logh jendral. Dan kami sudah menikah, rasanya gimana gitu kalo jauhan. Hiks. Lagian suami dan teman-temannya sudah merintis usaha konsultannya sejak 2005, sayang ajah kalo ditinggalin. Trus juga, hidup di Bandung itu kagak ada matinye ya bok... alon-alon waton kelakon lah.

Sementara itu untuk “keseringan bersama” kami juga kurang suka. Waduh yang ini jangan disalah-artikan bacanya lho yah… Pada dasarnya, kami memiliki pandangan bahwa hidup ini bukan hanya tentang “pasangan hidup” saja. Di sana masih ada hal lain yang darinya kita bisa menimba banyak ilmu. Dari pekerjaan (proses aktualisasi diri), dari pertemanan dan persahabatan, dari aktivitas merenung sendirian, aktivitas sosialisasi lain, dan sebagainya.

Waktu "bersama" kami memang masih lebih banyak daripada "tidak bersama". Dan kebersamaan dengan pasangan memang sangat menyenangkan. Kita bisa sharing, becanda, diskusi, pengenalan karakter alias berantem (wakakakak...), dan lain sebagainya. Tapi saat tuntutan pekerjaan mengharuskan kita sejenak tidak bersama secara spatial (halah…), atau diistilahkan temporary LDR, maka biasanya kita gunakan untuk memuaskan aktualisasi ruang pribadi kita. Kadang saya menikmati waktu-waktu sendirian saya saat suami keluar kota dengan jalan-jalan sendiri, nongkrong di kafe, melamun/berfikir, nonton bioskop, jalan sama teman-teman, berkunjung ke rumah sahabat, menulis, dan lain sebagainya. Ini adalah sisi positif yang pertama.

Sisi positif kedua. Setelah berumah tangga, temporary LDR ini menjadi sebuah dinamisasi tersendiri bagi kami. Ada sebuah sensasi yang kami rasakan. Sebuah rasa yang menimbulkan excitement saat menjalani masa-masa berjauhan dan menanti detik-detik pertemuan. Rasa kangen yang membuncah, excitement mendengar dering telpon dan sms mesra darinya. Dan rasa deg-degan menyambut kedatangannya. I really love it.

So, temporary LDR, nikmati ajah. Ada kok sisi positifnya. Jangan takut.

Ps. Buat yang lagi di sebuah hutan di Sumatera Selatan sana, I miss u! :-D

Monday, April 14, 2008

Eksistensi Incumbent dalam Pilkada Langsung

Senin pagi ini, sesampainya saya di kantor, disambut dengan ajakan Diskusi oleh Mas Zul, terkait dengan Pilkada Jawa Barat kemarin. Mas Zul ini adalah senior saya di Litbang yang saat ini sedang mengambil S2 di Unpad.

Berbicara mengenai Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung (Pilkada Langsung) itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari proses penguatan demokrasi lokal dalam mendukung tujuan otonomi daerah. Pilkada Langsung ini diyakini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pencapaian keseimbangan tata pemerintahan di tingkat lokal, yang pada giliran berikutnya berimplikasi terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dalam pelayanan publik.

Sejak Juni tahun 2005, Pilkada Langsung telah dilaksanakan di berbagai Daerah di Indonesia. Dan tanggal 13 April 2008 kemarin, Jawa Barat untuk pertama kalinya melaksanakan Pilkada Langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil.

Saya tidak sedang akan membahas dan mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada Langsung secara menyeluruh, karena hal itu akan sangat kompleks. Saya hanya akan menekankan tentang eksistensi calon incumbent dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Calon incumbent adalah calon yang merupakan pejabat aktif yang menjabat kepala daerah pada periode sebelumnya. Berdasarkan aturan, seorang pejabat kepala daerah “diperbolehkan” untuk menjabat sebagai kepala daerah selama 2 periode. Itulah sebabnya mengapa banyak pejabat kepala daerah mencalonkan diri kembali pada Pilkada Langsung berikutnya.

Sebagaimana halnya dalam sebuah pemilihan, ada menang, ada kalah. Demikian pula halnya dengan calon incumbent, bisa MENANG dan menjabat sebagai kepala daerah kembali tatapi bisa juga KALAH. Sebagaimana halnya kemenangan, dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah Langsung, kekalahan Incumbent sebenarnya mengindikasikan “sesuatu”. Pasca menjabat selama 1 periode pemerintahan, seharusnya calon incumbent memiliki “kelebihan” dibandingkan dengan calon-calon lain dalam hal pemahaman terhadap “situasi wilayah” artinya program-program yang dirancangnya sudah seharusnya lebih “focus” dalam menjawab KEBUTUHAN Masyarakat. Kekalahan seorang incumbent sebenarnya juga mengindikasikan kurang terpercayanya calon incumbent tersebut untuk memimpin kembali. Kekurang-terpercayaan ini bisa jadi disebabkan oleh karena masyarakat menilai kinerja selama periode pemerintahan si calon incumbent “kurang baik”, tidak bervisi, tidak ada gebrakan atau terobosan baru, tidak ada perbaikan pelayanan publik, dan lain sebagainya.

Masyarakat kita kian hari kian cerdas. Masyarakat kian memahami bahwa untuk mencapai kemajuan, yang kita butuhkan BUKAN hanya sekedar ketertiban dan keteraturan, lebih dari itu dibutuhkan TEROBOSAN dan GEBRAKAN-GEBRAKAN BARU. Masyarakat masa kini bisa menilai apakah kinerja seorang incumbent itu baik atau buruk, dan menjadikannya dasar alasan atau justifikasi untuk memilih/tidak memilihnya pada Pilkada Langsung periode berikutnya.

So, buat para kepala daerah, baik bupati maupun gubernur yang “berniat” akan mencalonkan diri kembali pada Pilkada Langsung periode selanjutnya, adalah baik dan bijaksana apabila mengkoreksi diri dan mencoba memperbaiki kinerja pemerintahan Anda saat ini. Kalau Anda dapat melakukannya dengan baik, niscaya masyarakat akan tetap menaruh kepercayaan kepada Anda kembali untuk menduduki jabatan pada periode mendatang.

Tuesday, April 08, 2008

Prosedur 2.7.5.0.0.0

Ada beberapa projek di Litbang, tempat saya bekerja. Saya ditunjuk untuk menjadi salah satu koordinator projek.

Untuk projek yang saya tangani, saya memang menginginkan sesuatu yang berbeda dari umumnya. Sesuatu yang bukan biasa-biasa. Saya menginginkan pemenuhan sebuah “ambisi intelektualitas” dan "ambisi creativitas". Sejak awal, metode yang saya gunakan memang berbeda dari biasanya, saya mencoba sebuah kombinasi metode yang saya pelajari dari 2 projek sebelumnya. Butuh waktu, ketekunan, dan kesabaran untuk menyelesaikan projek satu ini. Jujur, beberapa pekerjaan lain sempat terbengkalai karenanya. Saya sempat give up sesaat, tapi saya bangkit lagi. Bagi saya, tanggung jawab tetaplah tanggungjawab. Dan pengembaraan intelektualitas harus dipuaskan. Saya harus menyelesaikannya, tekad saya.

Akhirnya projek ini selesai. Paling pertama dari projek-projek lain. Dan saya sangat puas dengan hasilnya. Hari ini saya melenggang ke Kantor dengan sebuah perasaan “bangga” bahwa saya telah berhasil menyelesaikan semuanya dengan sempurna. Hati saya melambung dengan sesuatu berlabel “kepuasan intelektual”. I did it perfectly. Meski dengan setengah mati saya mengerjakannya.

Tapi ternyata tidak semua orang memahami. Saya “dikomplain” pihak keuangan HANYA karena dalam proses pembuatan laporan saya tidak melakukannya sesuai dengan prosedur koordin
asi dalam pembelian ATK senilai 275.000. Katanya, saya harus lapor dulu sebelum melakukan pengeprintan laporan di rumah, pengeprintan cover ke digital printing, tidak ujug-ujug reimburs nota (apalagi untuk konteks ambisi pribadi yang disalah artikan). Saya terdiam berfikir, "is 275.000 IDR a big amount? Apakah nilai itu lebih tinggi daripada kerja keras saya?? Fyi, saya mengeprint dengan menggunakan printer, tinta dan kertas milik pribadi. Berwarna pula. Secara fisik dan otak, saya capek sekali mengerjakan projek ini. Saya sengaja hanya reimburs barang-barang yang inti saja, karena buat saya tinta berwarna dan kertas itu cuman sepele. Kecil sekali itu nilainya bagi saya. Bukan untuk sombong, tapi untuk menunjukkan bahwa it’s mean nothing, not big deal. Apakah gara-gara nilai kecil itu, kerja keras saya "dipandang sebelah mata"? Oke, fine. Bilanglah, dalam hal ini saya terpaksa harus dibilang "salah". Tapi sekali lagi perlu dilihat bahwa itu hanya masalah kecil, tidak bisa dibandingkan dengan waktu, tenaga, dan otak yang saya gunakan untuk menyelesaian projek ini. Come on, think logically!!!

Saya SEDIH dan MARAH. Baru kali ini saya merasakan kemarahan yang membuncah terkait dengan pekerjaan kantor. Mata saya nanar. Hati saya panas. Otak saya tidak bisa menerima. Saya berontak. Saya marah karena menurut saya mereka tidak menghargai keseluruhan pekerjaan saya. Semestinya bila mereka memahami rangkaian proses yang sudah saya jalani, pengorbanan waktu dan otak yang saya dedikasikan to this damn project, kesalahan kecil ini tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi, kalau mereka mengerti bahwa pihak client begitu respect sama apa yang saya udah kerjakan, mereka harusnya bisa mikir bahwa saya sudah melakukan bagian saya sebaik-baiknya.

Tidak taukah? Bahwa saya telah membuang waktu saya selama 4 minggu terakhir ini dalam sebuah KESTRESSAN tingkat tinggi, untuk sebuah ambisi melakukan yang terbaik bagi projek ini. Atas dasar NAMA BAIK lembaga. Bahwa saya yang selama beberapa minggu terakhir “terpaksa” melanggar komitmen awal saya pada suami untuk tidak pernah membawa pekerjaan kantor ke rumah. Dan bahwa saya yang dengan segenap hati melakukan yang terbaik dan memberikan sentuhan seni pada projek ini. Bahwa saya yang harus mengeluarkan dana pribadi dan turun tangan sendiri mengeprint ratusan lembaran laporan, berhujan-hujan naik motor, mencari tempat digital printer yang bagus, menungguinya berjam-jam, hanya karena ingin memastikan bahwa hasilnya baik
.

I think there is no reason to beat me. I’ve died to try my best. Sayang, mereka tidak paham dan tidak mengerti.

Pelajaran Moral hari ini: Jangan libatkan bagian keuangan untuk urusan "creativity" dan "kepuasan intelektual". Funded it by yourself and keep it to the people who have the same vission.

Saturday, April 05, 2008

Tentang Menulis

Saya sangat mengagumi para penulis yang dengan ide, konsep, dan imajinasinya bisa "mencengangkan" banyak orang. Menurut saya, tidak selalu tulisan-tulisan tentang hal-hal yang spectacular dan sophisticated yang dapat "mengguncangkan" sanubari orang banyak. Beberapa penulis justru saya kagumi karena kesederhanaan tulisannya (baik dalam ide pemikiran maupun bahasa penyampaiannya), tapi didalamnya mengandung kekuatan untuk "membakar dan meluluh-lantakkan" jiwa para pembaca. Fyuhhh... cool...

Profesi penulis sendiri dimata saya adalah profesi yang "sangat keren". Tidak kalah keren dengan profesi field engineer, reseacher dan geologist (apa coba?). Acuan saya menyebut seseorang sebagai penulis tentunya bukan hanya mereka yang sudah menelurkan buku/artikel saja, tapi juga mereka-mereka yang melalui media blognya mampu menghasilkan ide, konsep, dan imajinasi luar biasa dan mampu "mempengaruhi" orang lain melalui apa yang ditulisnya.

Memang biasanya para penulis yang sudah mampu menjual buku sama artinya sudah mampu "mengkomersialkan" buah pikirannya. Dan ini keren sekali menurut saya. Contoh paling spectakuler adalah JK. Rowling dengan Harry Potter-nya yang menjadikannya kaya raya. Contoh lain adalah Andrea Hirata yang baru tahun 2005 mengeluarkan Laskar Pelangi-nya dan mendapatkan royalti yang sangat lumayan dari tulisannya. Laskar Pelangi juga banyak memberikan dampak positif terhadap dunia pendidikan dan moral di Indonesia. Sebenarnya, saya bukan sedang mengagungkan nominal yang dihasilkan oleh para penulis, tetapi lebih kepada bagaimana khalayak ramai menyerap dan mengapresiasi karya-karya seorang penulis.

Saya sendiri bukan seorang penulis. Saya hanya pekerja di sebuah kantor pemerintah yang sejak tahun 2005 memiliki pekerjaan sampingan terkait dengan bidang tulis-menulis. Semua bermula dari sebuah keisengan mengikuti sebuah Writting Competition pada akhir tahun 2005 dan ternyata saya dinyatakan sebagai Juara Pertamanya. Senang sekali saya saat itu, padahal hadiahnya tidak gedhe-gedhe amat lho, sebuah tropi dan uang 3 juta rupiah. lumayan untuk 15 X makan-makan di kafe halaman. hehehe... Tapi memang saya senang sekali karena ternyata tulisan saya dihargai oleh orang lain. Yeyy... Sejak itu, saya mulai sedikit demi sedikit membiasakan diri menulis di Jurnal Ilmiah dan media blog. O iya sampai sejauh ini jenis tulisan saya adalah non fiksi, belum berani mencoba yang fiksi, meski kedepan ada keinginan kearah itu, tapi kok belum dapet chemistry-nya ya.

Penghasilan sampingan saya dari tulis-menulis memang lumayan. Ya paling tidak bisa digunakan untuk tambahan tabungan. Tahun kemarin, beberapa temen memberikan saya beberapa pekerjaan terkait dengan tulis-menulis ini dan hasilnya saya bisa jalan-jalan ke Thailand dengan duit hasil menulis, selain juga teman-teman mulai percaya kemampuan menulis saya yang tidak seberapa ini. Hehehe...


Saya masih amatir, masih harus banyak belajar soal menulis, masih harus banyak membaca, melihat, mengamati, merenung dan masih harus banyak menulis. Semoga.

Friday, April 04, 2008

Semisal Hidup adalah Alphabet

Bila hidup ini bisa diumpamakan bak huruf alphabet, A sampai Z, maka hidup ini tidak akan terlalu memiliki makna bila huruf-huruf tersebut terangkai monoton. Maksud saya, hidup ini tidak selalu harus kaku, seperti merangkai huruf dari A, kemudian B, C, D, E dan seterusnya secara berurutan sampai dengan Z.

Jalan hidup yang terangkai buat satu orang dengan yang lain itu berbeda. Mungkin jalan hidup seseorang terangkai dengan dimulai dari huruf D, kemudian I, kemudian A, B, O, C, I dan seterusnya. Seseorang yang lain mungkin akan merangkai huruf S. A. B. K. U dan seterusnya. Intinya, kita tidak harus memulainya di A dan mengakhirinya di Z.

Terlepas dari rangkaian huruf apa yang terjalin dalam kehidupan kita, satu hal yang harus kita percaya bahwa mekanisme Tuhan selalu ada di dalamnya. Sejak awal kehidupan kita dijalin Tuhan dalam rahim ibu kita, Tuhan sudah menentukan rangkaian huruf-huruf yang ingin dibentukNya dalam hidup kita. Yakinkan diri bahwa huruf-huruf yang dirangkaikanNya akan mendatangkan suatu kebaikan buat kita. Kita hanya perlu ikhlas menjalani rangkaian proses pembentukan dan penyusunannya.

Wednesday, February 27, 2008

Inspiring Books

Sudah cukup lama pengen nulis ini, tapi baru sekarang sempetnya. Sok sibuk kali gue ni yah... hihihi...

Gue suka sama beberapa seniman. Salah satunya adalah Anggun C. Sasmi. Menurut gue dia itu keren,
mature, dan yang pasti sangat inspirasional. Keberanian dia bermimpi untuk go international dan keberanian dia untuk 'bertindak' mewujudkan mimpinya itulah bagian yang luar biasa. Bangganya lagi dia orang Indonesia.

Kebanggaan gue bertambah lagi sejak tau Andrea Hirata. Penulis trilogi Laskar Pelangi ini memang super duper keren (eh harusnya tetralogi yah... tapi berhubung buku keempat belum keluar, gpp dong gue sebut trilogi dulu? Maksa nih). Jujur, Laskar Pelangi termasuk the best books I ever read. Kenapa gue sebut keren? Karena novel ini unique bila dilihat dari ceritanya. Gue sebut demikian karena ceritanya tidak lazim, berbeda dengan kebanyakan novel yang sekarang terbit, yang banyak bercerita tentang kisah percintaan, pembunuhan, dll, Laskar Pelangi justru bercerita tentang pendidikan. Dan itu jelas unik. Ini yang pertama.

Kedua, gue sebut novel ini unik karena Laskar Pelangi adalah novel moral, tidak banyak novel yang demikian bukan? Meski hanya bercerita mengenai perjalanan hidup si Penulis dari masa kecil hingga dewasa, tapi Andrea Hirata cerdas banget merangkaikannya dalam suatu bahasa yang indah. Peng-hiperbolik-an dan ketidak-laziman penggunaan kata dan kalimat pada novel ini menjadikan Laskar Pelangi terasa lucu, kocak dan mengharukan. Saat membacanya, gue bisa ketawa terpingkal-pingkal atau bahkan menangis terisak. Dan di sinilah salah satu kekuatan dari novel-novel trilogi Laskar Pelangi.

Sebagai novel moral, Laskar Pelangi adalah novel yang 'berdampak', artinya mampu menimbulkan kesan mendalam dan lebih jauh mungkin bisa mengubah pola pikir dan sikap hidup orang yang membacanya.
Emmm.... by the way selain kehidupan Ikal, rasanya kehidupan Lintang dan Arai juga seru dan mengagumkan. Mereka para pemimpi dan sangat tulus. Dan sejujurnya gue gak terima kalo akhir hidup Lintang seperti itu. Pada bayangan gue awalnya, Lintang yang sangat jenius itu akan sukses menggapai mimpinya. Tapi realitasnya dia justru jadi kuli supir proyek, karena dia harus putus sekolah pasca ayahnya meninggal. Pada bagian ini air mata gue ngalir gak mau berhenti. Ini bagian yang bikin gue sedih banget. hiks. Tapi mungkin itulah hidup. Seringkali kesuksesan tidak berpihak pada si miskin meskipun dia jenius banget. :-(

Overall, novel ini luar biasa banget. Yang jelas, setelah membacanya gue jadi lebih menghargai kehidupan yang gue miliki sekarang, beside it also generate me to keep fueling my dreams. Truly a must read book. Very Inspirasional.

O iya... persamaan gue dengan si Ikal, sama-sama pengagum Anggun C. Sasmi dong! Kekekek... Hanya bedanya, dia suka banget sama Rhoma Irama, sementara gue tidak bangeet law youuwww... Tapi yang jelas, membaca bukunya, gue jadi pengen memeluk penulisnya! dezziigghhhh...

Wednesday, January 23, 2008

Travelling to Thailand


Hari ini nyampe Bandung lagi setelah tanggal 16-22 Januari kemaren gue ke Thailand. Perjalanan liburan kali ini memang sudah diarrange dari sekitar 3-4 bulan yang lalu. Excited tentunya. Namanya juga liburan ya bow. Perjalanan ini memang direncanakan dengan konsep backpacker (kurang lebih artinya travelling murah meriah gituh lah...:-D). Peserta (caellaahhh.... ) yang ikut dalam petualangan ini ada 3 orang: gue, Kak Epi (kakak ipar gue yang sudah banyak luangin waktu untuk broswing-browsing info soal kebutuhan perjalanan ini), dan sama Mbak Ninin (temennya Kak Epi yang baru gue kenal pas di Sukarno Hatta mo berangkat kemaren dan ternyata orangnya seru banget... dan doyan banget belanja :-D).

Gue yang minggu-minggu sebelumnya rada sedikit sibuk banyak dibantu nyiapinnya sama suamiku tercinta yang kebetulan gak ikut karena beberapa alasan (Hehehe... ). Suamiku lah yang mau repot-repot wara-wiri ke money changer, nukerin rupiah ke Bath dan ternyata karena baru sehari sebelumnya nukerin (maklum sibuk bow...) Bath nya abis diborong sama orang. Jadi terpaksalah gue nuker ke Dolar, supaya bisa ditukerin ke Bath nantinya kalo dah sampai Thailand (A friend of mine suggest me not to bring rupiah to Thailand, coz they don't accept it!).

Brubung konsep travellingnya backpacker, gue cuman make celana cargo, kaos, sandal gunung, ransel (dengan bawaan gak banyak-banyak amat), topi dan tas slempang untuk menyimpan barang-barang yang butuh kecepatan untuk mengambilnya seperti pasport, duit, obat-obatan (tolak angin maksudnya... hihihi...), permen dll. Selain itu, konsep traveling murah meriah ini juga terkait dengan pemilihan guesthouse sebagai tempat menginap (bukan hotel mewah), makanan kaki lima/warung kecil untuk makan (instead of big restourant), dan penggunaan public transportation sebagai angkutan.

Ternyata perjalanan seperti ini seru juga logh... berbekal laptop kecil dan layanan Wifi yang ada di hampir semua hostel (sekecil apapun hostelnya), kami membuat konsep dan rute travelling kami sendiri. Berbekal bahasa inggris doang, kita nanya sono sini kalo mulai kebingungan, bahkan kalo perlu pake bahasa isyarat deh (soalnya gak semua orang Thailand bisa bahasa Inggris).

Liburan ke Thailand kemaren murah banget. Dari soal penginapan, banyak guesthouse yang amat sangat terjangkau. Sebagai gambaran, selama 6 hari di sana, kami nginep di Big Jones Hostel yang harganya 700 bath untuk kamar yang bisa diisi untuk berempat (sekitar 210ribu), VN Guesthouse 450 bath untuk kamar triple (sekitar 135ribu), da
n Rama nine 54 seharga 350 bath untuk 1 kamar double dan 1 kamar single (sekitar 105ribu). Murah banget pokoknya. Udah gitu, public transportasi di Thailand tuh nyaman dan murah, even taxi. Brubung kami bertiga, taxi menjadi pilihan yang murah dan nyaman. Soal makanan? wah jangan tanya... banyak makanan murah di Thiland.

Sayangnya Thailand terlalu besar untuk bisa dijelajah selama 6 hari. Selama itu, tempat yang bisa dikunjungin di Kenchanaburi (2-3 jam dari Bangkok) hanya beberapa, antara lain: Sai Yok Noi Waterfall, Hellfire Pass, The Death Railway, Tracking river and Jungle, Bamboo Rafting; sementara di Ayuthaya (1 jam-an dari Bangkok) lumayan banyak yang udah diliat, termasuk Budha Head in the Three, Wat Chaiwattanamaram, Reclining Budha, dan lain sebagainya. Trus di Bangkok sendiri, chatuchak sudah pasti dikunjungin, supaya naluri belanja tersalurkan gitu maksudnya (hihihi...), juga ke Pratunum, Ramkhamhaeng, Chao Praya, ama The Grand Palace tentunya.

Thailand yang memang mencanangkan "Visit Thailand Year 2008" ini memang patut dicontoh oleh kita kalo memang berniat mengalakkan kembali kepariwasataan Indonesia. Sebenernya dilihat dari tourism attraction nya, Indonesia tuh lebih Indah. Beneran deh. Hanya, memang sepertinya di Thailand perencanaannya tourism nya integrated banget, dari bus, MRT, sky train, dan lain sebagainya. Hal ini didukung dengan harga-harga yang amat sangat terjangkau dan sistem transportasi yang murah dan nyaman. O iya, di sana juga ada Tourist Police, sehingga bila berada di sana, semua berasa aman dan nyaman. Yah belajar dari ini semoga kepariwisataan Indonesia lebih maju lagi...