Thursday, May 08, 2008

Temporary LDR

Saya dan suami tinggal di Bandung. Suami saya bersama temen-temannya bikin usaha kecil-kecilan di bidang konsultan pertambangan. Sebagai seorang geologist, suami saya cukup sering keluar kota dan terutama keluar pulau. Hampir setiap bulan. Entah ke Kalimantan, Sulawesi, Sumatra atau Nusa Tenggara atau sekedar presentasi/meeting di Jakarta.

Sejak dari jaman kami masih pacaran dulu sampai dengan saat ini, saya cukup sering ditinggal-tinggal bebergian oleh pacar yang sejak setahunan yang lalu menjadi suami saya. Sekarang sih sudah mendingan, acara bepergiannya tidak dalam durasi waktu yang lama, paling 5 atau 7 hari, dan maksimal 10 hari. Kalau dulu, beughhhh jangan tanya, bisa sebulanan bow. Itulah sebabnya kenapa dulu jerawat saya bisa berkembangbiak secara sporadis gara-gara menahan kangen. hahaha.... (mulai hiperbolik nih).

Sebenernya, dari dulu saya tidak pernah keberatan ditinggal-tinggal bepergian. Saya menyadari itu adalah bagian dari pekerjaan dan tanggungjwabnya. Bukan berarti saya nggak kangen logh yah. Kalo lagi jauhan, kangen dong pastinya. Jadi inget dulu, 2 bulan abis jadian, dia berangkat ke Maulaboh, seminggu setelah bencana Tsunami 2004 sebagai geologist perwakilan IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) untuk mencari titik-titik pemboran air bersih. Fyugghh… saya sempat mewek pas nganterian dia. Hehehe… maklum baru jadian. Hehehe… Pas itu perasaan khawatir selalu menghinggapi hati saya. Lha piye, tiap nelpon (itupun sinyalnya setengah mati susahnya) dia ceritain soal gempa-gempa susulan yang gak ada abisnya. Hiks. Tapi sejujurnya, saya bangga dengan apa yang dilakukannya. I love u babe!

Saya sendiri bekerja di sebuah Instansi Pemerintah Pusat yang berkedudukan di Jawa Barat pada bagian Litbang. Bekerja di bidang penelitian juga memungkinkan saya untuk melakukan berbagai perjalanan dinas. Memang tidak seintensif suami, secara saya masih keroco. Biasanya mobilitas jarak dekat seperti ke Jakarta dan kota-kota di wilayah Jawa Barat biasa dilakukan setiap saat berdasar perintah atasan, sementara dinas ke Samarinda, Pontianak, Surabaya, dan atau keluar kota lainnya (di luar Jawa Barat dan Jakarta) lebih banyak dilakukan pada Bulan Mei-Juli dalam kerangka penelitian. Itu pun dalam durasi waktu antara 2-5 hari saja.

Saya dan suami sebenernya tipikal moderat (saya sulit menemukan istilah yang tepat untuk hal ini). Maksudnya, pada dasarnya kami kurang suka dengan Long Distance Relationship (LDR), tapi juga tidak terlalu suka dengan kebersamaan yang terlalu sering. Nah lo bingungkan? Ya begitulah. Kami berada di tengah-tengah. Mengapa demikian? Melihat karakteristik kami, rasanya kalo untuk LDR hati kami tidak terlalu kuat menahan rasa kangen. Hihihi. Sebenernya, suami sempat ditawari bekerja pada sebuah Perusahaan di bidang pertambangan yang site nya di Afrika. Tapi Dia menolaknya dengan salah satu alasan kejauhan (:-D). Indonesia-Afrika itu jauh logh jendral. Dan kami sudah menikah, rasanya gimana gitu kalo jauhan. Hiks. Lagian suami dan teman-temannya sudah merintis usaha konsultannya sejak 2005, sayang ajah kalo ditinggalin. Trus juga, hidup di Bandung itu kagak ada matinye ya bok... alon-alon waton kelakon lah.

Sementara itu untuk “keseringan bersama” kami juga kurang suka. Waduh yang ini jangan disalah-artikan bacanya lho yah… Pada dasarnya, kami memiliki pandangan bahwa hidup ini bukan hanya tentang “pasangan hidup” saja. Di sana masih ada hal lain yang darinya kita bisa menimba banyak ilmu. Dari pekerjaan (proses aktualisasi diri), dari pertemanan dan persahabatan, dari aktivitas merenung sendirian, aktivitas sosialisasi lain, dan sebagainya.

Waktu "bersama" kami memang masih lebih banyak daripada "tidak bersama". Dan kebersamaan dengan pasangan memang sangat menyenangkan. Kita bisa sharing, becanda, diskusi, pengenalan karakter alias berantem (wakakakak...), dan lain sebagainya. Tapi saat tuntutan pekerjaan mengharuskan kita sejenak tidak bersama secara spatial (halah…), atau diistilahkan temporary LDR, maka biasanya kita gunakan untuk memuaskan aktualisasi ruang pribadi kita. Kadang saya menikmati waktu-waktu sendirian saya saat suami keluar kota dengan jalan-jalan sendiri, nongkrong di kafe, melamun/berfikir, nonton bioskop, jalan sama teman-teman, berkunjung ke rumah sahabat, menulis, dan lain sebagainya. Ini adalah sisi positif yang pertama.

Sisi positif kedua. Setelah berumah tangga, temporary LDR ini menjadi sebuah dinamisasi tersendiri bagi kami. Ada sebuah sensasi yang kami rasakan. Sebuah rasa yang menimbulkan excitement saat menjalani masa-masa berjauhan dan menanti detik-detik pertemuan. Rasa kangen yang membuncah, excitement mendengar dering telpon dan sms mesra darinya. Dan rasa deg-degan menyambut kedatangannya. I really love it.

So, temporary LDR, nikmati ajah. Ada kok sisi positifnya. Jangan takut.

Ps. Buat yang lagi di sebuah hutan di Sumatera Selatan sana, I miss u! :-D