Monday, April 14, 2008

Eksistensi Incumbent dalam Pilkada Langsung

Senin pagi ini, sesampainya saya di kantor, disambut dengan ajakan Diskusi oleh Mas Zul, terkait dengan Pilkada Jawa Barat kemarin. Mas Zul ini adalah senior saya di Litbang yang saat ini sedang mengambil S2 di Unpad.

Berbicara mengenai Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung (Pilkada Langsung) itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari proses penguatan demokrasi lokal dalam mendukung tujuan otonomi daerah. Pilkada Langsung ini diyakini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pencapaian keseimbangan tata pemerintahan di tingkat lokal, yang pada giliran berikutnya berimplikasi terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dalam pelayanan publik.

Sejak Juni tahun 2005, Pilkada Langsung telah dilaksanakan di berbagai Daerah di Indonesia. Dan tanggal 13 April 2008 kemarin, Jawa Barat untuk pertama kalinya melaksanakan Pilkada Langsung untuk memilih Gubernur dan Wakil.

Saya tidak sedang akan membahas dan mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada Langsung secara menyeluruh, karena hal itu akan sangat kompleks. Saya hanya akan menekankan tentang eksistensi calon incumbent dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Calon incumbent adalah calon yang merupakan pejabat aktif yang menjabat kepala daerah pada periode sebelumnya. Berdasarkan aturan, seorang pejabat kepala daerah “diperbolehkan” untuk menjabat sebagai kepala daerah selama 2 periode. Itulah sebabnya mengapa banyak pejabat kepala daerah mencalonkan diri kembali pada Pilkada Langsung berikutnya.

Sebagaimana halnya dalam sebuah pemilihan, ada menang, ada kalah. Demikian pula halnya dengan calon incumbent, bisa MENANG dan menjabat sebagai kepala daerah kembali tatapi bisa juga KALAH. Sebagaimana halnya kemenangan, dalam suatu Pemilihan Kepala Daerah Langsung, kekalahan Incumbent sebenarnya mengindikasikan “sesuatu”. Pasca menjabat selama 1 periode pemerintahan, seharusnya calon incumbent memiliki “kelebihan” dibandingkan dengan calon-calon lain dalam hal pemahaman terhadap “situasi wilayah” artinya program-program yang dirancangnya sudah seharusnya lebih “focus” dalam menjawab KEBUTUHAN Masyarakat. Kekalahan seorang incumbent sebenarnya juga mengindikasikan kurang terpercayanya calon incumbent tersebut untuk memimpin kembali. Kekurang-terpercayaan ini bisa jadi disebabkan oleh karena masyarakat menilai kinerja selama periode pemerintahan si calon incumbent “kurang baik”, tidak bervisi, tidak ada gebrakan atau terobosan baru, tidak ada perbaikan pelayanan publik, dan lain sebagainya.

Masyarakat kita kian hari kian cerdas. Masyarakat kian memahami bahwa untuk mencapai kemajuan, yang kita butuhkan BUKAN hanya sekedar ketertiban dan keteraturan, lebih dari itu dibutuhkan TEROBOSAN dan GEBRAKAN-GEBRAKAN BARU. Masyarakat masa kini bisa menilai apakah kinerja seorang incumbent itu baik atau buruk, dan menjadikannya dasar alasan atau justifikasi untuk memilih/tidak memilihnya pada Pilkada Langsung periode berikutnya.

So, buat para kepala daerah, baik bupati maupun gubernur yang “berniat” akan mencalonkan diri kembali pada Pilkada Langsung periode selanjutnya, adalah baik dan bijaksana apabila mengkoreksi diri dan mencoba memperbaiki kinerja pemerintahan Anda saat ini. Kalau Anda dapat melakukannya dengan baik, niscaya masyarakat akan tetap menaruh kepercayaan kepada Anda kembali untuk menduduki jabatan pada periode mendatang.

No comments: